GUIYANG, Tiongkok, 30 Juni 2020 /PRNewswire/ -- Artikel berita dari Huanqiu.com berjudul "Teknologi 'Big Data' Mengubah Sektor Pertanian di Guizhou, Tiongkok"
Setelah selesai bekerja, seorang insinyur di Shenzhen, Luke Yang, membuka lemari es dan mengambil jagung manis. Dia menuangkan saus keju krim dan memasukan jagung tersebut ke dalam oven yang telah dipanaskan. Di depan komputer tablet, Yang menyantap hidangan lezat ini sambil tertawa saat menonton video pendek.
Di saat bersamaan, NadimTong, seorang petani di Kabupaten Danzhai, Provinsi Guizhou, juga duduk di depan komputer tablet, dan mengecek penjualan yang diperolehnya lewat internet. Luke dan Nadim belum pernah bertemu, namun e-commerce menghubungkan keduanya.
Perusahaan tempat Nadim bekerja ialah Guizhou Yo Yo Green Agricultural Technology Co., Ltd. Sebagai pemain e-commerce terkemuka, Yo Yo Green memanfaatkan teknologi, khususnya big data, guna menambah produktivitas dan profitabilitas. Hasilnya, semakin banyak petani yang mengalami peningkatan pendapatan dan keluar dari garis kemiskinan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Guizhou telah berada di titik persinggungan big data dan industri pertanian. Serupa dengan Yo Yo Green, berbagai badan usaha desa di Guizhou juga telah memanfaatkan sederet solusi yang digerakkan data dalam mengelola bisnis pertanian.
Pada dasarnya, big data bisa meningkatkan rantai nilai industri, serta mengisi kesenjangan antara permintaan dan penawaran. Bagi industri pertanian tradisional, para petani mengirimkan hasil panen kepada sejumlah gerai kebutuhan sehari-hari atau jaringan gerai modern. Model tersebut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan penawaran-permintaan, sebab para pelaku usaha tak selalu mendapat kepastian tentang jadwal panen.
Namun, banyak perusahaan pertanian di Guizhou kini menerapkan big data guna mengatasi tantangan tersebut. Misalnya, Meitan Qinyuanchun Tea Co. LTD. Didukung big data, para petani bisa melacak tren konsumen dengan lebih baik, serta mengantisipasi gejolak pasar.
"Kami menawarkan produk-produk yang dibutuhkan kalangan konsumen secara spesifik. Dengan demikian, kami terbantu untuk mengambil keputusan strategis. Para petani kami mampu mengatur hasil panen berdasarkan permintaan pasar, atau sebaliknya, mengurangi surplus panen dengan menanam teh dalam jumlah sedikit saat permintaan menurun, dan memanfaatkan area pertanian yang tersisa untuk tanaman pengganti," jelas Jiwei Zhao, President, Meitan Qinyuanchun Tea Co. LTD, kepada seorang reporter huanqiu.com
Zhao melanjutkan, "Berkat bank data dan e-commerce, satu mu (666,67 meter persegi) kebun teh saat ini menghasilkan RMB 5.000 (US$ 706), dan mengalami peningkatan sebesar RMB 1.000 (US$ 141)."
Selain efisiensi pada rantai nilai industri, industri pertanian lokal juga mengandalkan big data untuk menambah produktivitas. Sektor pertanian selalu menghadapi beberapa faktor risiko, seperti bencana alam dan hama tanaman, yang bisa merusak seluruh hasil panen, serta mengakibatkan kerusakan permanen.
Sebagai perbandingan, dengan bantuan big data, para petani tak lagi menanggung kerugian tersebut. Semakin banyak badan usaha desa di Guizhou kini menjalankan sistem evaluasi berbasiskan data untuk melacak kondisi tanaman, serta memperkirakan risiko terjadinya gangguan panen. Dalam hal ini, Xiuwen Kiwifruit Industrial Technology Zone layak menjadi panutan.
"Area pertanian kami memanfaatkan perangkat IoT untuk mengumpulkan data, termasuk suhu, kelembapan, dan nilai pH. Lewat cara ini, kami bisa mengawasi kondisi lahan pertanian, serta segera menindaklanjuti isu-isu yang terjadi. Kami dapat mengurangi peluang kerusakan tanaman hingga ke titik minimum," kata seorang staf Xiuwen County State-Owned Assets Investment and Management Co. LTD kepada reporter Huanqiu.com.
Berkat pengumpulan data yang valid, para petani lokal semakin mampu mencermati kegiatan operasionalnya. Dia menambahkan, "Berdasarkan tingkat produksi rata-rata, yakni 1.500 kg per mu (666,67 meter persegi), penghematan biaya per mu tercatat sebesar RMB 2.000 (US$ 283). Hasilnya, nilai produksi buah kiwi di seluruh kabupaten bisa bertambah sekitar RMB 360 juta (US$ 51 juta)!"
Para petani bisa memperoleh analisis dari big data secara seketika demi memaksimalkan hasil panen. Sebanyak 57.400 petani membudidayakan buah kiwi. Mereka memperoleh pendapatan rata-rata yang siap dibelanjakan (disposable income) per kapita senilai RMB 26.000 (US$ 3.676), atau 52% lebih besar ketimbang para petani di luar Guizhou. Berkat naiknya taraf hidup di pedesaan, model pemanfaatan big data mendorong efisiensi yang lebih baik dalam program pemberantasan kemiskinan.
Sebenarnya, kesuksesan pemanfaatan big data dalam sektor pertanian di Guizhou tak terlepas dari dukungan pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir, Guizhou telah mempercepat perkembangan sektor pertanian canggih (smart agriculture).
Sebagai pusat pemerintah provinsi, kota Guiyang memperjuangkan aplikasi big data dalam sektor pertanian, dan melaksanakan proyek percontohan IoT. Pemerintah juga turun tangan untuk meletakkan dasar bagi pertanian canggih dengan membuat platform e-commerce, meningkatkan infrastruktur komunikasi, serta mengembangkan sumber daya manusia.
Menurut Cyberspace Administration of China, Guizhou membangun 49 pusat operasional e-commerce setingkat kabupaten pada 2019, dan 8.601 stasiun layanan e-commerce di pedesaan. Dengan demikian, biaya logistik berkurang lebih dari 20%. Sementara, 90% wilayah pedesaan yang dihuni 30 lebih rumah tangga di provinsi tersebut telah mengakses jaringan 4G. Alibaba College di Guizhou Institute of Technology juga berkembang dengan baik selama beberapa tahun terakhir.
"Teknologi big data telah mengubah ekonomi pertanian. Guiyang mengapresiasi persinggungan big data dan industri pertanian sebagai solusi efektif dalam pemberantasan kemiskinan. Berkat ajang 'China International Big Data Industry Expo', model pertanian yang didukung data bisa diperluas ke wilayah-wilayah lain," kata Jun Wang, Deputy Secretary, China Foundation for Poverty Alleviation, kepada Huanqiu.com.
Foto - https://photos.prnasia.com/prnh/20200629/2843218-1?lang=0