omniture
from common-pcom:html:key:id_segment_includes_overall_segment_header_shtml
PR Newswire: news distribution, targeting and monitoring
en_US id_ID

TUV Rheinland: Keamanan siber telah menjadi isu di jenjang manajemen

2019-06-20 10:26
-Survei representatif di Jerman: Empat dari 10 perusahaan mewajibkan karyawannya untuk mengikuti kursus pelatihan

COLOGNE, Jerman, 20 Juni 2019 /PRNewswire/ -- Keamanan siber kian menjadi prioritas utama di kalangan perusahaan Jerman. Hal ini termasuk salah satu dari delapan tren yang ditemukan TUV Rheinland dalam publikasi Cybersecurity Trends 2019. Masalahnya: "Untuk sekian lama, banyak perusahaan tidak menganggap keamanan siber (cybersecurity) sebagai risiko usaha, namun masalah TI. Serangan malware NotPetya pada 2017 mengubah pandangan tersebut," jelas Wolfgang Kiener, seorang pakar terkemuka di dunia yang bertanggung jawab atas pengelolaan ancaman di TUV Rheinland. Menurut sejumlah laporan media, serangan siber itu membuat Maersk, FedEx dan Reckitt Benckiser harus menanggung kerugian senilai beberapa ratus juta euro. "Sejak 2017 dan kemunculan malware NotPetya, tingkat kesadaran pihak manajemen tentang risiko TI telah bertambah besar. Lebih lagi, naiknya tingkat kesadaran ini menjadi kebutuhan mendesak pada dewasa ini," catat Kiener. Konsekuensinya: ada sejumlah perubahan jangka panjang dalam pengelolaan risiko-risiko keamanan siber dalam berbagai perusahaan, dan pertanyaan tentang siapa pihak yang bertanggung jawab atas masalah tersebut.

Keamanan siber: Budaya perusahaan demi keamanan yang lebih baik

Faktor keamanan siber semakin memperbanyak tuntutan, bahkan terhadap sejumlah perusahaan mapan. Bagaimana dan sejauh apa isu keamanan siber dapat terpadu dengan proses pengambilan keputusan pada manajemen perusahaan, menunjukkan kematangan sebuah perusahaan dalam menghadapi risiko-risiko siber. "Pihak-pihak yang ingin mengelola risiko usaha tersebut di jenjang manajemen, bisa mengurangi risiko keuangan dan potensi rusaknya citra perusahaan. Hal-hal ini menjadi persyaratan penting demi pertumbuhan yang aman dan berkelanjutan," ujar Wolfgang Kiener. Setelah sekian lama, pengelolaan risiko siber tak sekadar solusi-solusi teknis: "Perusahaan tak hanya perlu melindungi dirinya secara lebih efisien dengan budaya keamanan siber yang dinamis, namun juga bertindak lebih cepat dan inovatif," tambah Kiener.

Pelatihan karyawan dinilai penting

Banyak perusahaan masih sulit menilai keuntungan dari investasi pada keamanan siber. Demi mengatasi hal ini, para pakar TUV Rheinland yakin, keamanan siber harus dianggap sebagai investasi dalam kualifikasi tenaga kerja. Sebuah survei representatif dilakukan TUV Rheinland di Jerman, dan menunjukkan ada 41 persen responden yang belum pernah mengikuti pelatihan apa pun tentang perlindungan data atau keamanan data perusahaan mereka. Sebaliknya, hampir 42 persen responden menyatakan perusahaannya telah mewajibkan kursus pelatihan tentang perlindungan data atau keamanan data. Jika kita hanya memperhitungkan spesialis TI yang disurvei, 60 persen dari mereka menyebutkan pelatihan tersebut wajib diikuti. Secara mengejutkan, ada seperempat spesialis TI yang disurvei ternyata belum pernah mengikuti pelatihan tentang keamanan siber.

"Libatkan semua pegawai tanpa terkecuali."

Sebagai syarat, jabatan Chief Information Security Officer (CISO) amat diperlukan dalam banyak perusahaan dengan keamanan siber yang mapan. CISO menawarkan wawasan yang piawai dan dapat menyesuaikan struktur-struktur di berbagai perusahaan. "Laporan Cybersecurity Trends 2019 dan temuan survei ini menunjukkan pentingnya pihak-pihak yang bertanggung jawab atas keamanan dan perlindungan data untuk membentuk sejumlah struktur komprehensif di perusahaan. Tujuannya: "Seluruh pegawai menjadi bagian dari konsep keamanan - idealnya tanpa pengecualian, terlepas dari posisi atau status kepegawaiannya," tutup Wolfgang Kiener. Pelatihan komprehensif, rutin, dan bersifat wajib termasuk di dalamnya. Selain itu, strategi keamanan siber yang menyeluruh harus dirumuskan. Berdasarkan strategi tersebut, para pejabat dapat menilai seberapa besar investasi yang diperlukan dalam keamanan siber, sehingga perusahaannya dapat mengurangi risiko keamanan siber dan berkembang secara berkelanjutan.

Terbit keenam kalinya

TUV Rheinland telah menerbitkan sejumlah proyeksi dari para pakar keamanan sibernya yang terkemuka di dunia untuk keenam kalinya pada 2019. Selain mengubah persepsi tentang risiko keamanan siber, tren-tren keamanan siber berfokus pada besarnya pengaruh keamanan siber terhadap sejumlah teknologi seperti Operational Technology (OT) di industri dan Internet of Things (IoT), serta mengapa kurangnya para pekerja ahli bisa menjadi masalah yang kian mengemuka.

Informasi dan kajian terperinci tentang berbagai tantangan yang ada saat ini terdapat dalam studi dari para pakar "Cybersecurity Trends 2019" di TUV Rheinland.

Tentang TUV Rheinland

TUV Rheinland ialah salah satu penyedia jasa pengujian independen yang terkemuka di dunia, didirikan hampir 150 tahun lalu. Grup memiliki jangkauan global yang terdiri atas lebih dari 20.000 orang; omzet tahunan senilai EUR 2 miliar. Para pakar independen memegang prinsip kualitas dan keselamatan orang, teknologi dan lingkungan, hampir di setiap aspek kehidupan. TUV Rheinland menguji sejumlah fasilitas teknis, produk dan layanan, merumuskan berbagai proses dan keamanan informasi bagi kalangan perusahaan. Untuk itu, TUV Rheinland memiliki jaringan laboratorium, pusat pengujian dan pelatihan yang mendunia. Sejak 2006, TUV Rheinland telah menjadi anggota United Nations Global Compact demi Peningkatan kelestarian lingkungan dan upaya memerangi korupsi. Situs internet: www.tuv.com 

from common-pcom:html:key:id_segment_includes_releases_right_column_video_module_shtml

Berita Video Terpilih

from common-pcom:html:key:id_segment_includes_overall_segment_footer_shtml
Pencarian
  1. Produk & Layanan
  2. Cari Rilis Berita
  3. Pusat Informasi
  4. bagi Jurnalis & Media
  5. Hubungi Kami