omniture
from common-pcom:html:key:id_segment_includes_overall_segment_header_shtml
PR Newswire: news distribution, targeting and monitoring
en_US zh_TW zh_CN id_ID ja ms_MY th_TH vi_VN

Tiongkok dan Jepang Secara Terbuka Berdiskusi tentang Ekonomi Digital: Bagaimana Meningkatkan Kerja Sama Regional

2020-12-08 11:41

BEIJING, 8 Desember 2020 /PRNewswire/ -- Sebuah laporan dari Science and Technology Daily | IUSTC:

Pada 2020, Covid-19 telah berdampak besar terhadap dunia, dan ekonomi digital telah menyediakan peluang besar dalam respons global untuk pandemi tersebut.

Menurut perkiraan Oxford Economics, kontribusi ekonomi digital terhadap PDB dunia akan meningkat dari 15% menjadi sekitar 25% pada 2025. Kini, dalam hal skala ekonomi digital, Amerika Serikat berada di peringkat pertama, Tiongkok di peringkat kedua, sementara, Jerman, Jepang, dan Inggris berada di peringkat ketiga hingga kelima.

Tren ini telah mengangkat peran "ekonomi digital" ke pentas dunia, dan topik-topik seputar ekonomi digital dianggap sebagai poin utama dalam kerangka kerja sama bilateral dan multilateral. 

Acara "Digital Economy Sub-forum" dalam "Beijing-Tokyo Forum" ke-16 berlangsung pada 1 Desember. Sebanyak 12 pakar dan ilmuwan dari Tiongkok dan Jepang berdiskusi tentang peluang kerja sama antara kedua negara, dan mereka juga mencapai konsensus tentang isu-isu relevan dalam sesi tersebut.

Topik Baru: Bagaimana ekonomi digital akan terlibat dalam tata kelola sosial?  

Seperti apa masyarakat digital yang akan kita bangun? Zhao Jiannan, Commercial Vice President & Chief Representative, Asia Timur Utara, Tencent Cloud, menekankan pentingnya ekonomi digital, "Teknologi digital berfungsi seperti 'ligamen' untuk aktivitas ekonomi dan sosial, mengatasi 'dampak negatif' lewat 'daya tahan yang tinggi', serta menghemat daya dan upaya untuk 'pemulihan berbentuk V' terhadap industri-industri yang tengah berhadapan dengan dampak ekonomi yang ditimbulkan pandemi."

Apa peran teknologi digital dalam mendukung ekonomi digital, dan bahkan tata kelola sosial?

Liu Song, Vice President, Alibaba, berpandangan bahwa tata kelola digital kemungkinan menjadi arah penting guna meningkatkan kapasitas tata kelola dunia dari sisi upaya sains dan teknologi yang dijalankan Tiongkok dalam penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Tata kelola bersama (co-governance) yang pluralistik berdasarkan teknologi digital, kelak merupakan bentuk inovasi dari tata kelola sosial dan kota. Para pakar di konferensi ini sepakat dengan ide tersebut, dan mereka merasa yakin bahwa Asia segera menjadi kawasan penting untuk melakukan uji coba digitalisasi global. 

Saat menjawab bagaimana cara untuk mengelola data, khususnya mengenai konfirmasi data lintas-wilayah, perpajakan, dan kendala-kendala yang marak ditemui banyak negara, Liu menjelaskannya lewat kearifan pengelolaan air pada masa lampau di Tiongkok. Dia berkata, "Elemen-elemen data masa kini sangat menyerupai beberapa elemen air. Pengelolaan data juga serupa dengan mengelola air, yakni bukan diblokade atau dipencarkan. Mengingat keberagaman dan variabilitas elemen data, aturan-aturan ketat tak dapat dipakai untuk mengatur data likuiditas."

Para tamu dari kedua negara sepakat bahwa era ekonomi digital telah berlangsung, serta pengetahuan dan informasi digital telah menjadi faktor utama dalam aktivitas produksi dan penggerak bagi pertumbuhan ekonomi serta pembangunan sosial.

Dalam konteks ekonomi digital yang kelak menghadirkan revolusi teknologi pada babak baru, bagaimana kita memproyeksikan antusiasme terhadap inovasi, sekaligus bergerak dengan teratur dalam kerangka regulasi?

Fang Hanting, pembawa acara dari Tiongkok yang menjabat Vice President, Science and Technology Daily, menilai inovasi dan regulasi sebagai dua hal yang bertentangan. Tanpa proses inovasi yang pasti, kita tidak mungkin memilih mana yang harus diregulasi, dan mana yang harus diperlonggar. Sebaliknya, jika serangkaian risiko yang diakibatkan sejumlah perubahan tidak dipertimbangkan saat aktivitas inovasi memasuki fase baru, hal tersebut juga akan menimbulkan banyak kendala yang tak dapat diramalkan. Apabila kita melihat dari sisi lain, inovasi merupakan bentuk terobosan, sedangkan, regulasi melindungi inovasi. Kedua elemen ini saling mengekang dan memperkuat di saat yang bersamaan.

Dengan mengambil kecerdasan buatan sebagai contoh kasus, Toshio Iwamoto, Chief Corporate Advisor, NTT DATA Corporation, menganjurkan pengembang data agar merumuskan aturan pemakaian data, dan aturan-aturan relevan yang membatasi pengguna data. Menurut Norihiro Suzuki, Executive Director & Chief Technology Officer, Hitachi, pemanfaatan data menuntut kebijaksanaan yang lebih tinggi guna menyeimbangkan kepentingan pribadi dan publik.

Titik Awal Baru: Meningkatkan aspek saling percaya untuk Regional Comprehensive Economic PartnershipRCEP)

Keamanan digital menjadi topik diskusi dalam forum tersebut.

Tatsuya Ito, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Jepang, menyadari bahwa Tiongkok telah sepenuhnya memanfaatkan teknologi digital ketika Covid-19 melanda.

Norihiro Suzuki menyatakan, setiap negara mengalami situasi yang berbeda-beda, dan kita harus mempertimbangkan berbagai faktor secara komprehensif seperti institusi dan sistem untuk membahas isu-isu terkait. Dia berharap Jepang dan Tiongkok dapat terus menjajaki peluang kerja sama dalam konteks tersebut.

Fang Hanting menggarisbawahi, Tiongkok dan Jepang, khususnya sektor industri di kedua negara, harus serius mempertimbangkan langkah-langkah untuk mempererat kerja sama di rantai industri digital, serta memastikan suplai rantai industri tanpa gangguan, sekaligus memanfaatkan dan mempertahankannya sebagai produk publik.

Xu Zhiyu, President, Global Government Affairs, Huawei Technologies Co., Ltd., mengatakan, Huawei selalu menjadikan keamanan jaringan dan perlindungan atas privasi pengguna sebagai panduan dan landasan terutama dalam bisnisnya. Selama lebih dari 30 tahun, Huawei telah melayani para pelanggan di lebih dari 170 negara dan wilayah, serta tak pernah menerima permintaan dari pemerintah untuk menyediakan informasi pengguna. Huawei tidak akan pernah mempertaruhkan hak-hak pengguna atau keselamatannya sendiri.

Para tamu dari kedua negara menyinggung "Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (RCEP)" yang baru saja ditandatangani. Mereka sepakat bahwa di tengah ketidakpastian dalam proses digitalisasi, peresmian kerja sama ini menjadi momen bersejarah untuk kerja sama internasional di bidang teknologi digital dan industri digital. Prospek kerja sama Tiongkok-Jepang dalam kerangka kerja bilateral dan multilateral dinilai menjanjikan.

Pada 8 September 2020, Tiongkok mengemukakan Inisiatif Keamanan Data Dunia (Global Data Security Initiative) dalam sebuah seminar internasional yang bertajuk "Seizing digital opportunities for cooperation and development". Merujuk pada kesenjangan informasi antara Tiongkok dan Jepang dalam beberapa hal, Fang berpandangan bahwa media di kedua negara perlu melakukan pemberitaan yang berimbang bagi para warga guna meletakkan dasar untuk aspek saling percaya secepat mungkin. "Kami meyakini bahwa kami harus saling menghormati kedaulatan digital masing-masing, membangun kepercayaan dalam kerangka kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta menjalankan integrasi regional untuk ekonomi digital menurut kerangka kerja multilateral seperti RCEP."

Arahan Baru: Kerja sama terbuka untuk menciptakan masa depan digital di kawasan

Sama halnya seperti kompetisi olahraga yang beralih ke arena baru, revolusi teknologi dan transformasi industri masa kini kelak mengubah struktur ekonomi dunia. Di forum tersebut, para peserta mencapai konsensus bahwa Tiongkok dan Jepang, khususnya sektor industri di kedua negara, harus cepat mengikuti tren dan memanfaatkan peluang. Semua pelaku industri dari kedua negara sebaiknya tidak terlalu lama bersikap menunggu dan mengamati perkembangan. Tuntutan yang muncul dari era teknologi baru membutuhkan partisipasi dan kerja sama aktif.

Taro Shimada, Executive Officer & Corporate Senior Vice President, Toshiba Co., Ltd., Jepang yang juga memimpin unit bisnis digital perusahaan tersebut, menegaskan, upaya untuk melestarikan perdamaian dunia memerlukan keterbukaan dan pertukaran. Hal terpenting adalah pertukaran informasi sains dan teknologi. Dia menganjurkan agar Tiongkok dan Jepang bisa semakin membuka diri, dan mencapai kesepakatan melalui pertukaran yang terbuka dan tulus secara sekaligus. 

Mengenai pertukaran informasi lintasbahasan dan lintasbudaya, Jiang Tao, Senior Vice President, iFlytek Co., Ltd., menekankan, lingkup kerja sama antara Tiongkok dan Jepang dalam sektor kecerdasan buatan akan sangat luas. Dia pun memberikan contohnya. Pada Oktober 2018, Eiken Foundation asal Jepang untuk pertama kalinya mengumumkan bahwa pihaknya akan meluncurkan teknologi evaluasi mesin dalam pengujian bahasa percakapan, dan iFlytek menjadi mitra tunggal. Mulai 2019, sistem skor otomatis yang didukung AI dari iFlytek ikut meningkatkan akurasi dan efisiensi dalam pemberian skor atas tes keahlian praktis untuk bahasa Inggris CBT. "Saat ini, penerjemah iFlytek telah terjual di lebih dari 130 negara dan wilayah, serta mewujudkan komunikasi tanpa hambatan dalam lebih dari 60 bahasa. iFlytek juga menjadi pemasok resmi satu-satunya untuk alat konversi suara dan penerjemah otomatis pada ajang Olimpiade dan Paralimpik Musim Dingin Beijing 2022. Kami berharap, teknologi kecerdasan buatan kami dapat membantu Olimpiade Tokyo pada tahun depan."

Jia Jingdun, Director, Torch High Technology Industry Development Center, Kementerian Sains dan Teknologi, Republik Rakyat Tiongkok, mengusulkan supaya zona-zona pengembangan industri teknologi canggih di Tiongkok dapat menjadi lingkungan yang baik untuk inovasi teknologi digital dan pembangunan industri. Sebanyak 169 zona pengembangan industri teknologi canggih berperan besar dalam pembangunan ekonomi digital. Dalam beberapa tahun terakhir, lusinan zona teknologi canggih tingkat nasional, seperti Xi'an, Hefei, Hangzhou dan Shenyang, telah menyusun rencana terkait untuk mengembangkan ekonomi digital dan industri digital. 

Jia juga mengajukan beberapa saran tentang kerja sama antara Tiongkok dan Jepang. Pertama, sejumlah perbedaan jangan sampai menghambat kerja sama antara kedua pihak. Mengingat hubungan Tiongkok-Jepang tidak melanggar ketentuan yang ada, sejumlah isu dapat menjadi titik masuk bagi kerja sama yang lebih erat; Kedua, Tiongkok dan Jepang dapat menjalankan kerja sama pragmatis dalam pengembangan ekonomi dan industri digital, serta terus mengajukan solusi-solusi spesifik atas sejumlah isu yang dihadapi kedua negara. Ketiga, aktivitas pertukaran dan kemitraan dalam berbagai jenjang (multi-layer) harus terjalin antara pemerintah, universitas, lembaga riset, dan perusahaan.

Liu Song juga menanggapi usulan tersebut. Dia berkata, "Kita juga perlu menggunakan model 'zona khusus' dalam zona-zona pengembangan industri teknologi canggih dan zona perdagangan bebas. Dengan demikian, kita dapat terus membahas dan merumuskan regulasi yang disetujui kedua negara."

Norihiro Suzuki mencatat, dalam kerja sama pengembangan digital, kedua negara juga sangat perlu untuk berbagi tentang konsep dan prinsip sosial masing-masing. Lebih lagi, kedua negara harus membuat aturan untuk alur data sebagai dasar bagi prinsip-prinsip bersama, dan menerapkannya secara lebih baik guna merevitalisasi perusahaan swasta. Dengan demikian, kedua negara dapat meningkatkan perkembangan masyarakat digital pada masa depan.

Tamu-tamu undangan dari kedua negara juga berdiskusi tentang logika inheren dari mata uang digital dan integrasi ekonomi regional pada masa depan. Hiromi Yamaoka, Director, Future Co., Ltd., Jepang, berpendapat bahwa Jepang ingin bermitra dengan Tiongkok, dan terus mempromosikan pengembangan terarah dari ekonomi regional. 

"Sejalan dengan prinsip yang menghormati pelanggan, Huawei akan terus menciptakan nilai-nilai tambah di wilayah lokal di seluruh dunia, termasuk Jepang. Tiongkok dan Jepang sama-sama memiliki daya saing industri dan semangat inovatif. Kalangan perusahaan Jepang dan Huawei saling melengkapi rantai pasok dan teknologi. Kerja sama terbuka antara perusahaan-perusahaan asal Tiongkok dan Jepang dapat menghasilkan masa depan digital. Lebih lagi, pengembangan ekonomi digital di Tiongkok dan Jepang juga tak terpisahkan dari lingkungan industri yang baik dan SDM inovatif. Tiongkok dan Jepang juga diharapkan mampu menciptakan iklim kebijakan yang lebih terbuka, mendorong inovasi, serta membantu usaha-usaha kecil dan menengah di kedua negara untuk menjalin kerja sama yang semakin erat. Dengan demikian, keduanya dapat menghadirkan berbagai solusi dan produk yang paling kompetitif di pasar dunai," jelas Xu Zhiyu.

from common-pcom:html:key:id_segment_includes_releases_right_column_video_module_shtml

Berita Video Terpilih

from common-pcom:html:key:id_segment_includes_overall_segment_footer_shtml
Pencarian
  1. Produk & Layanan
  2. Cari Rilis Berita
  3. Pusat Informasi
  4. bagi Jurnalis & Media
  5. Hubungi Kami