omniture
from common-pcom:html:key:id_segment_includes_overall_segment_header_shtml
PR Newswire: news distribution, targeting and monitoring
en_US id_ID ms_MY th_TH vi_VN

China Oceanic Development Foundation: Pengembangan akuakultur berkelanjutan di Brunei: Berawal dari pembibitan ikan secara mandiri

2021-09-15 16:22

BEIJING, 15 September 2021 /PRNewswire/ -- Pada musim panas 2016, Cherry Wei dan rekan-rekannya di Guangxi Hiseaton Foods Co Ltd tiba di Brunei dan merintis bisnis perikanan. Mereka lalu mendirikan Hiseaton Fisheries Sdn Bhd. Hal ini merupakan tindak lanjut atas undangan pemerintah Brunei. "Pada awal Desember 2015, Dato Dr. Ali, saat itu menjabat Menteri Sumber Daya Primer & Pariwisata, Brunei, mengundang kami untuk mengembangkan sektor perikanan di Brunei sewaktu Hiseaton masih menjajaki kondisi akuakultur di Brunei," kenang Cherry Wei, CEO, Hiseaton Fisheries Sdn Bhd.

Pengembangan sektor perikanan dan akuakultur menjadi bagian penting dari rencana pembangunan jangka panjang Brunei, yakni "Visi 2035". Brunei juga ingin mengembangkan sektor ekonomi nonmigas di tengah anjloknya harga minyak bumi. Nurafiqah, seorang pegawai pada divisi pembibitan ikan, Hiseaton, berkata, "Target pekerjaan saya adalah mendukung kebijakan pemerintah Brunei untuk mendiversifikasi ekonomi, beralih dari ketergantungan pada industri migas yang dominan, mempercepat pertumbuhan sektor akuakultur lokal, dan mengurangi ketergantungan atas impor bibit ikan."

Penjelasannya mengungkap salah satu kendala besar dalam sektor akuakultur di Brunei, yaitu keterbatasan pasokan bibit ikan di dalam negeri. Pada masa lalu, seluruh bibit ikan yang digunakan sektor akukultur harus diimpor. Tak hanya berbiaya tinggi dan pasokan yang tak stabil, namun daya tahan bibit ikan juga rendah. Dampaknya, hal ini mempersulit perkembangan sektor akuakultur Brunei. "Kami berupaya mengembangkan sektor akuakultur secara berkelanjutan di Brunei," ujar Wei.

"Tanpa pasokan bibit ikan bermutu tinggi secara berkelanjutan dan stabil, kami sulit melakukan pembibitan dan pengolahan makanan laut." Untuk itu, Wei mempersiapkan peralatan akuakultur, merekrut staf pembibitan ikan, dan melakukan sejumlah langkah lainnya. Setiap hari, dia hanya tidur tak lebih dari lima jam.

Saat ini, Hiseaton adalah satu-satunya perusahaan di Brunei yang mampu melakukan pembibitan dan produksi goldeneye perch (barramundi) secara berkelanjutan. Bobot ikan generasi pertama dari stok barramundi ini telah mencapai lebih dari lima kg. Menurut perkiraan, generasi kedua dari stok ikan tersebut dapat dibudidayakan pada 2022.

Sebagai pelopor sektor akuakultur di Brunei, kiprah Hiseaton tak selalu mulus. Maziyah, seorang pegawai lokal, berkata, "Beberapa warga lokal masih menggunakan sianida dan metode eksplosif ketika menangkap ikan. Metode-metode ini mengakibatkan kerugian besar, serta menghancurkan habitat dan ekosistem ikan." Sebaliknya, Hiseaton merumuskan siklus yang baik dalam akuakultur. Langkah ini ditempuh Hiseaton dengan menjadwalkan budi daya dan pemanenan bibit ikan setiap bulan.

Eksplorasi Hiseaton mulai membuahkan hasil ketika Covid-19 melanda. Namun, pada awal pandemi, beberapa pegawai asing terpaksa meninggalkan Brunei, karena kekhawatiran di tengah ketidakpastian atau visa yang kedaluwarsa. Mengingat sebagian besar pegawai pembibitan ikan termasuk orang asing, beberapa pekerjaan terpaksa tertunda sebab jumlah pekerja sangat terbatas.

Masalah lain adalah pembatasan impor dan ekspor di tengah pandemi. Beberapa peralatan budi daya ikan dan bahan baku masih bergantung pada impor. Padahal, impor hanya terbatas pada masa pandemi, sementara, barang-barang tidak dapat tiba secara tepat waktu. Di sisi lain, karena pasar di Brunei tergolong kecil, banyak produk akuakultur pun bergantung pada ekspor. Setelah wabah terjadi, logistik cold chain sangat terdampak sehingga produk-produk di gudang mengalami kelebihan persediaan. Lonjakan harga pengiriman barang, dan kerusakan produk akibat pemanenan yang tertunda sebab keterbatasan tenaga kerja, akhirnya mendorong kenaikan harga produk ekspor. Dengan demikian, daya saing produk menjadi menurun di pasar-pasar luar negeri.

Untungnya, pandemi secara bertahap dapat dikendalikan, dan pemerintah menerapkan sejumlah kebijakan yang memperpanjang visa pekerja asing. Hasilnya, beberapa pegawai telah kembali ke Brunei.

Sejak Hiseaton merambah pasar Brunei, harga makanan laut terjaga sesuai dengan pasar domestik, bahkan sebelum pandemi terjadi. "Kami berhasil mengatasi sejumlah kendala dan meningkatkan suplai demi memenuhi permintaan pasar di Brunei. Hal tersebut menjadi tanggung jawab sosial kami di masa-masa yang penuh tantangan ini," ujar Wei.

Di tengah segala kendala ini, Wei dan staf-staf dari beragam negara, termasuk Tiongkok, Brunei, Myammar, Bangladesh, Indonesia, dan Filipina tak pernah gentar. "Kerja sama yang baik telah terjalin di antara negara-negara demi mewujudkan ekologi perikanan yang berkelanjutan di Brunei," kata Wei. "Kami menghubungi sejumlah nelayan lokal dan perusahaan akuakultur untuk mempelajari kondisi riil di sektor perikanan Brunei. Setelahnya, kami mengemukakan berbagai ide, teknologi, dan peralatan modern di sektor akuakultur. Kami ingin mencari jalan tengah antara kedua pihak, dan sama-sama menggerakkan perkembangan industri maritim di Brunei."

from common-pcom:html:key:id_segment_includes_releases_right_column_video_module_shtml

Berita Video Terpilih

from common-pcom:html:key:id_segment_includes_overall_segment_footer_shtml
Pencarian
  1. Produk & Layanan
  2. Cari Rilis Berita
  3. Pusat Informasi
  4. bagi Jurnalis & Media
  5. Hubungi Kami