SINGAPURA, 6 Oktober 2021 /PRNewswire/ -- Asia Pasifik, sebuah kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati endemik dan tidak ditemukan di tempat lain di bumi, tengah mengalami krisis keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup. Asia Pasifik bahkan memiliki titik kerusakan sumber daya alam yang terbanyak di dunia[1]. Tanpa perubahan berarti, hingga 42% spesies di Asia Tenggara terancam punah, setengah dari jumlah ini akan menjadi bencana kepunahan global[2]. Transisi secara sistemis harus ditempuh demi mewujudkan masa depan lestari di Asia Pasifik. Sementara, solusi inovatif dapat menarik investasi penting yang membangun kembali hubungan kita dengan bumi.
Hal-hal tersebut merupakan temuan yang tercantum dalam sebuah laporan terbaru oleh AlphaBeta, Temasek, dan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum). Laporan berjudul "New Nature Economy: Asia's Next Wave" tersebut diluncurkan hari ini di ajang Ecosperity Week 2021. Laporan ini membuat analisis bisnis tentang solusi-solusi yang bermanfaat bagi alam (nature-positive) di Asia Pasifik. Analisis ini juga mempertimbangkan berbagai risiko, peluang, dan pendanaan yang diperlukan demi mewujudkan perekonomian yang bermanfaat bagi alam.
Ancaman terhadap alam adalah ancaman bagi dunia usaha
Tiga sistem sosioekonomi utama di Asia Pasifik memicu ancaman terbesar terhadap alam, namun juga menyimpan peluang terbesar untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang bermanfaat bagi alam. Secara kolektif, peluang tersebut bernilai US$4,3 triliun, setara dengan 14% PDB Asia Pasifik pada 2019:
Secara keseluruhan, 59 peluang usaha yang bermanfaat bagi alam pada ketiga sistem ini akan membutuhkan investasi senilai US$1,1 triliun per tahun. Kendati nilainya besar, namun investasi tersebut hanya sebagian kecil dari anggaran sebesar US$31,1 triliun yang ditetapkan oleh 45 negara anggota Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk penanganan pandemi Covid-19[5].
"Kita harus memangkas setengah dari jumlah emisi karbon dan mulai menghentikan kerusakan alam pada 2030 demi mencegah bencana besar. Langkah ini dapat ditempuh dengan model-model bisnis yang mandiri (self-sustaining) dan berdaya tahan dari sisi ekonomi," ujar Dr. Steve Howard, Chief Sustainability Officer , Temasek. "Komunitas bisnis dan investasi harus bekerja sama dengan kalangan pemerintah dan masyarakat sipil. Secara kolektif, kita dapat mewujudkan pendanaan yang ikut menggerakkan pertumbuhan serta bermanfaat bagi manusia, bumi, dan ekonomi."
Inovasi dan kolaborasi berperan besar menarik investasi yang menghasilkan transisi bermanfaat bagi alam
Laporan ini melibatkan sebuah survei eksklusif yang diikuti kalangan investor dan pemimpin bisnis di Asia Pasifik. Dalam survei tersebut, mereka memerinci sejumlah tantangan besar yang harus diatasi guna mewujudkan model-model bisnis yang bermanfaat bagi alam. Kendala-kendala ini secara umum digolongkan dalam empat bidang: tantangan regulasi, hambatan pasar, kesenjangan informasi, dan keterbatasan aspek pendukung investasi.
Demi mengatasi kendala-kendala ini, komunitas bisnis dan tokoh masyarakat mengusulkan sederet solusi inovatif yang mendukung investasi penting dalam dekade mendatang. Berikut tiga usulan terpenting:
Penelitian dan pengembangan, serta dialog publik-swasta yang lebih luas akan berperan besar menciptakan dan mendukung iklim investasi yang bermanfaat bagi alam.
"Pandemi Covid-19 telah menjadi guncangan sistem yang sangat vital sehingga kita berpikir ulang tentang hubungan manusia dengan alam. Demi memulihkan masa depan yang berkelanjutan, kita harus mengalokasikan investasi dengan tepat untuk pelestarian, restorasi, dan pengelolaan sumber daya alam secara lestari, serta mengutamakan layanan ekosistem," jelas Akanksha Khatri, Head, Nature Action Agenda, Forum Ekonomi Dunia. "Riset dan keterlibatan kami dengan kalangan pemerintah, sektor swasta, investor, dan masyarakat sipil menekankan bahwa kita harus menciptakan jalur kolaboratif baru demi mewujudkan perekonomian yang bermanfaat bagi alam."
"Krisis keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup menjadi kekhawatiran besar bagi dunia usaha di Asia Pasifik. Seluruh bukti-bukti menunjukkan, skenario tanpa perubahan berarti bukan lagi sebuah pilihan," tegas Dr. Fraser Thompson, Pendiri dan Managing Director, AlphaBeta. "Laporan ini memuat kabar baik, yakni dunia usaha tak hanya berpeluang memperkuat daya tahan operasional dan ikut menjaga kelestarian alam, namun juga menciptakan peluang pertumbuhan baru. Aksi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan antara pelaku bisnis, pemerintah, dan masyarakat sipil di Asia Pasifik dapat mewujudkan peluang yang bermanfaat bagi alam."
Laporan AlphaBeta, Forum Ekonomi Dunia, dan Temasek dapat diunduh lewat tautan https://bit.ly/NewNatureEconomy
Tentang AlphaBeta
AlphaBeta adalah konsultan strategi dan ekonomi yang melayani berbagai klien di seluruh dunia dari kantor pusatnya di Singapura.
Tentang Temasek
Temasek merupakan perusahaan investasi dengan nilai portofolio bersih sebesar S$381 miliar (US$283 miliar) pada 31 Maret 2021. Temasek menjalani tiga peran sebagai investor, institusi, dan steward, seperti yang tercantum dalam Anggaran Dasar Temasek. Ketiga peran ini merumuskan etos Temasek, yakni bekerja dengan baik, bertindak dengan benar, dan berbuat kebaikan. Temasek giat mencari berbagai solusi lestari yang dapat mengatasi tantangan-tantangan masa kini dan masa depan. Hal ini dilakukan Temasek lewat investasi dan peluang lain yang ikut mewujudkan dunia yang lebih baik, cerdas, dan lestari. Berkantor pusat di Singapura, Temasek juga memiliki 13 kantor di seluruh dunia. Informasi lebih lanjut tentang Temasek tersedia di www.temasek.com.sg.
Tentang Forum Ekonomi Dunia
Forum Ekonomi Dunia (WEF) berkomitmen memperbaiki kondisi dunia melalui kerja sama publik-swasta. Forum ini melibatkan berbagai pemimpin politik, bisnis, dan tokoh-tokoh masyarakat lain untuk merancang berbagai agenda global, regional, dan industri. (www.weforum.org).
[1] https://encore.naturalcapitalfinancealliance.org/map?view=hotspots
[3] https://population.un.org/wpp/DataQuery/
[5] https://covid19policy.adb.org/