JAKARTA, Indonesia, 5 Oktober, 2016 /PRNewswire/ -- Dalam beberapa minggu terakhir muncul berita negatif yang tidak berhubungan, namun sebaliknya memberikan tambahan alasan kuat untuk pembangunan energi terbarukan di Indonesia, secara khusus Solar untuk kebutuhan komersil dan swasta.
Sebagai pejabat sementara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Luhut Pandjaitan mengumumkan pada akhir agustus yang lalu bahwa hanya sekitar 25GW dari proyek ambisius milik pemerintah yang akan tersedia, dari target tambahan listrik 35GW untuk tahun 2019.
Namun, konsumsi energi akan terus meningkat, dan akan dibutuhkan sumber energi alternatif untuk memenuhi permintaan, sehingga mendorong terciptanya perusahaan seperti Sun.
Bersamaan dengan itu, tidak ada kemajuan signifikan yang terlihat pada rencana insentif minyak dan gas yang diusulkan oleh pemerintah. Perubahan ini tidak serta merta membuat pemain minyak dan gas untuk secara signifikan meningkatkan kegiatan mereka saat ini di tengah rendahnya harga minyak mentah (Sumber: ReforMiner Institute).
Ditutup dengan laporan terbaru dari Greenpeace yang menyarankan biaya listrik dari PLTU adalah $51.65/MWh. Namun apabila dihitung dengan biaya kesehatan, maka tersebut meningkat secara drastis menjadi $152.65/MWh: "Biaya menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan tipe energi terbarukan lainnya," begitu yang dikatakan Hindun Malaka, aktivis iklim dan energi dari Greenpeace. Dia juga menambahkan bahwa biaya energi dari biomass dan solar PV hanya berkisar masing-masing di $112.76/MWh dan $108.07/MWh.
Budi Sutrisno
Event Manager
budi.sutrisno@ubm.com
+62 21 2930 9595
Riyan Haritama
Sr. Marketing & Communication
riyan.haritama@ubm.com
+62 21 2930 9595 ext 131
Logo - http://photos.prnasia.com/prnh/20150730/8521504987LOGO
Photo - http://photos.prnasia.com/prnh/20161005/8521606344