SHENZHEN, Tiongkok, 20 Mei 2020 /PRNewswire/ -- Dalam makalah terbaru berjudul "Learning from Large-Scale Wearable Device Data for Predicting Epidemics Trend of COVID-19" yang terbit di edisi khusus[1] sebuah jurnal ilmiah, Huami menunjukkan fitur-fitur pengelolaan kesehatan pada perangkat wearable, dan peran pentingnya dalam peringatan dini untuk wabah epidemi dan kesehatan masyarakat. Hal tersebut menjadi petunjuk baru untuk membangun sistem pengawasan epidemi berskala luas, serta meningkatkan efisiensi pemantauan dan prediksi kesehatan masyarakat[3].
Kajian[4] ini didukung Huami Corporation, dan model prediksi dibuat dengan big data serta algoritma kecerdasan buatan yang menjadi metode baru dalam memperkirakan tren epidemi COVID-19.
Berdasarkan Kebijakan Privasi dan perlindungan data Huami, para peneliti mengumpulkan denyut jantung, aktivitas fisik, tidur, dan data-data fisiologis lain yang berhubungan dengan gejala COVID-19 lewat perangkat smart wearable. Mulai 1 Juli 2017 hingga 8 April 2020, data sensor tanpa identitas diri (de-identified) dari sekitar 1,3 juta pengguna perangkat Huami berhasil dikumpulkan menurut standar keamanan data yang memadai. Seluruh pengguna menerima informasi bahwa data tanpa identitas diri dari perangkatnya bisa dipakai untuk penelitian ilmiah[5].
Menurut riset tersebut, saat suhu tubuh manusia naik sebesar 1°C, maka denyut jantung bertambah sekitar 8,5 bpm[6]. Berdasarkan perhitungan ini, peningkatan denyut jantung akibat demam yang disebabkan COVID-19 atau penyakit seperti flu dapat menjadi titik awal untuk mendeteksi abnormalitas fisiologis.
Untuk menentukan abnormalitas, para peneliti Huami mempertimbangkan perbedaan yang biasa terjadi pada denyut jantung seseorang ketika beristirahat (resting heart rate), yakni 1,5 lebih tinggi ketimbang rata-rata denyut jantung selama lima hari berturut-turut, sementara, perbedaan yang biasa terjadi pada durasi tidur tercatat kurang dari 0,5 dari rata-rata durasi tidur seseorang.
Sejumlah temuan dari model prediksi ini mengungkapkan, wabah berlangsung dalam kurva prediksi untuk tingkat infeksi di Wuhan, Beijing, Shenzhen, Hefei, dan Nanjing, serta berhubungan dengan terjadinya epidemi di masing-masing kota tersebut.
Wuhan, misalnya, puncak penyebaran COVID-19 di kota ini terjadi pada 28 Januari, menurut model prediksi tersebut, sedangkan, puncak kasus terkonfirmasi di Wuhan hampir mencapai 2.000 orang pada 7 Februari. Puncak infeksi penyakit terjadi 10 hari lebih awal dari data resmi yang dilaporkan.
Akibat kesenjangan yang terjadi antara infeksi COVID-19 dengan kemunculan gejala dan diagnosis, temuan yang dihasilkan model prediksi Huami juga konsisten dengan temuan dari studi retrospektif tentang COVID-19 oleh Chinese Center for Disease Control[7].
Meningkatkan Penanganan COVID-19 dan Pengelolaan Kesehatan
Di samping penelitian ilmiah, Huami melanjutkan upaya untuk Mengaitkan Kesehatan dengan Teknologi. Huami telah menyumbangkan persediaan dan perangkat medis senilai RMB 11,5 juta selama wabah virus korona berlangsung.
Amazfit, merek milik Huami, mulai mengembangkan masker pelindung wajah N95 transparan, disebut Amazfit AERI. Upaya ini menjadi kontribusi Amazfit bagi pengelolaan kesehatan global dan pencegahan epidemi. Amazfit AERI kelak memiliki alat pelindung antikabut dan rangka tembus pandang. Hasilnya, wajah pengguna masker dapat terlihat jelas sehingga memudahkan pembatasan aktivitas sosial dan membantu pengguna untuk membuka ponselnya dengan Face ID. Amazfit AERI yang inovatif bisa dibersihkan secara otomatis, dan bertahan selama beberapa minggu. Pada April, Amazfit X Smartwatch yang mutakhir serta dilengkapi layar lengkung AMOLED dan desain tanpa tombol, berhasil terjual lewat penggalangan dana dengan metode urun daya (crowdfunding). Produk ini juga menghadirkan pengalaman yang lebih baik bagi para pengguna.
Demi memberantas COVID-19, Huami bermitra dengan China National Clinical Research Center of Respiratory Disease (NCRCRD) dan Guangdong Nanshan Medical Innovation Institute yang dipimpin Dr. Nanshan Zhong. Kolaborasi ini terjalin untuk membangun laboratorium bersama untuk perangkat smart wearable. Berdasarkan teknologi smart wearable dan algoritma komputasi Huami yang piawai, laboratorium tersebut ikut meningkatkan perawatan lanjutan bagi pasien yang berhasil pulih dari COVID-19 lewat platform big data NCRCRD.
[1] "Cognitive Modeling of Multimodal Data Intensive Systems for Applications in Nature and Society" (COMDICS) |
[2] "Discrete Dynamics in Nature and Society" https://www.hindawi.com/journals/ddns/2020/6152041 |
[3] Perangkat "wearable" buatan Huami bukan perangkat medis, dan tidak bisa dipakai untuk diagnosis atau memantau kondisi medis tertentu. |
[4] Ketersediaan Data: Data sensor yang dipakai dalam penelitian tidak bisa dibagikan demi melindungi privasi pengguna. Untuk tujuan ilmiah, statistik tanpa identitas diri pada tingkat regional dapat dibagikan menurut perjanjian. Konflik kepentingan: Para peneliti telah menyatakan tidak ada konflik kepentingan yang terjadi saat menerbitkan makalah tersebut. |
[5] Dikutip dari https://www.hindawi.com/journals/ddns/2020/6152041 |
[6] Menurut sebuah studi tentang demam dan denyut jantung, L. Faust, K. Feldman, S. M. Mattingly et al., "Dalam jangka pendek, perbedaan durasi tidur yang normal berhubungan dengan peningkatan denyut jantung seseorang saat beristirahat," Npj Digital Medicine, vol. 3, no. 1, pp. 1–9, 2020. |
[7] The New England Journal of Medicine (NEJM): https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa2001316 |
Foto - https://photos.prnasia.com/prnh/20200519/2807737-1?lang=0